Tak
terasa mentari pagi muncul memancarkan sinarnya kepada dunia, aku pun tersenyum
memandangnya dari kejauhan, hari ini aku berada di tempat berbeda dari
biasanya, ya hari ini aku kembali ke kampung halaman ku, tepatnya di Desa
Tabalong Mati, kec. Amuntai Utara , kab. Hulu Sungai Utara, mungkin masih
banyak orang yang belum kenal dengan Desa Tabalong Mati, tapi menurut aku Desa
tersebut bukan desa yang terpencil, jarak desa tersebut sekitar 7 Km dari kota Amuntai, mata pencaharian
masyarakat di desa tersebut mayoritas usaha di bidang kerajinan tangan dan
bertani, tapi masih banyak profesi lain yang
dimiliki oleh sebagian masyarakat tersebut. Kerajinan yang mereka hasilkan
berbahan dasar rotan, dan bentuk yang dihasilkan pun beragam, masyarakat di
sana menyebutnya lanjung dan inanan, nama yang cukup unik menurut aku.
Biasanya
masyarakat di sana menjual hasil
kerajinan mereka ke pasar, baik itu kepasar selasa ataupun kepasar kemis, dan
mereka biasanya berangkat dari rumah untuk menjual hasil kerajinan mereka sekitar
jam 3.00 atau sekitar jam 04.00 subuh, walaupun cuaca terasa dingin, hal itu
tidak melunturkan semangat mereka untuk pergi kepasar. Karena dengan menjual
hasil kerajinan itu mereka akan mendapatkan penghasilan mereka selama 1 minggu,
semakin banyak kerajinan yang dihasilkan maka semakin banyak rupiah yang mereka
dapatkan.
Daerah
tersebut juga menghasilkan kerajinan tangan yang bernama tikar dimana bahan
bakunya juga dari rotan, dan harga dari tikar ini lumayan mahal mulai dari 100
ribu sampai 150 ribu per lembarnya, dan tikar ini peminatnya bukan hanya
masyarakat local tapi peminatnya sudah sampai ke manca Negara. Ada beberapa
kerajinan tangan yang biasanya dikirim ke Bali misalnya Tikar rotan, ladung,
topi purun dan tas yang berbahan dasar purun. Semakin banyak jumlah kerajinan
yang diminta memungkinkan harga
kerajinan juga akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga
meningkat. Tapi semua itu berubah semenjak terjadinya Bom Bali beberapa tahun silam,
sehingga harga kerajinan yang dulunya
tinggi turun derastis, tapi masyarakat di sana tetap meggeloti profesi itu
walaupun harga yang ditaksir untuk kerajinan itu cukup rendah.
Saat
ini yang membuat msyarakat di sana menangis adalah mahalnya harga bahan baku,
dan terkadang jumlah bahan bakunya terbatas, sering kali mereka berebut agar
bahan baku (rotan) yang diinginkan itu
mereka dapatkan. Sedangkan harga penjualannya sangat murah, sehingga
keuntungan yang diperoleh sangat sedikit, tapi apa boleh buat mereka tidak
mungkin meninggalkan profesi itu, walaupun harga penjualan murah mereka tetap
semangat untuk membuat lanjung, inanan, dan tikar. Masyarakat di sana berharap
suatu hari bahan baku tersedia dengan banyak dan harga kerajinan yang mereka
hasilkan tinggi. Saya yakin seandainya di Desa tersebut berdiri sebuah koperasi
yang menyediakan bahan rotan untuk membuat kerajinan tangan, tentunya mereka
tidak akan kesulitan mencari bahan dasar tersebut, apalagi seandainya harga
kerajinannya bisa meningkat, maka akan berdampak positif terhadap perekonomian
mereka.
Nah,
itulah sedikit cerita tentang mata pencaharian sebagian masyarakat Tabalong
Mati. Sekarang aku ingin bercerita tentang tradisi gotong royong dan permainan
anak-anak di Desa tersebut . Alhamdulillah sampai saat ini tradisi gotong
royong masyarakat di Desa Tabalong Mati masih sangat kental, misalnya saja
ketika ada selamatan atau masyarakat di sana menyebutnya bearuhan, para
tetangga itu dengan senang hati mendatangi rumah warga yang melaksanakan
selamatan (bearuhan) untuk membantu membuat masakan yang akan dihidangkan
nanti. Kebiasaan masyarakat disana acara selamatan (bearuhan) dilaksanakan
pada malam hari setelah habis isya.
Keemudian setelah acara makan-makan selesai mereka tidak langsung pulang, tapi
sebagian membantu untuk mencuci piring sampai selesai. Tradisi gotong royong
itu sampai sekarang masih kental.
Untuk
permainan tradisional anak-anak, sekarang ini tidak sebanyak ketika aku masih kecil dulu, banyak permainan yang
hilang karena arus globalisasi, sekarang ini permainan tradisional di Desa
Tabalong Mati sudah mulai luntur bahkan bisa dikatakan hilang, kebanyakan dari
anak-anak di sana lebih suka bermain dengan menggunakan media elektronik
misalnya saja handphone. Anak yang baru kelas 1 SD saja sudah diberikan izin
oleh orang tuanya untuk menggunakan hp, mungkin pada awalnya memang untuk
permainan, tapi lama- kelamaan hp tidak
hanya digunakan untuk permainan semata, tapi yang menyakitkan sekarang ini adalah
anak-anak yang baru berumur 7-10 tahun sudah mengerti yang namanya pornoaksi
dan pornografi, dan hp yang tadinya digunakan untuk permainan malah digunakan
untuk menonton hal –hal yang semestinya bukan menjadi tontonan anak-anak.
Sehingga membuat anak dewasa sebelum waktunya.
Itulah
fenomena yang terjadi di Desa Tabalong Mati saat ini, sangat
memperihatinkan. Menyikapi hal ini kembali
kepada orang tua anak masing-masing, kalau memang mereka peduli terhadap
anak mereka dan peduli terhadap masa depan anak-anak mereka, tentunya mereka
akan menjaga anak mereka agar tidak tercebur ke dalam jurang yang malah akan
menghancurkan mereka nantinya.
Bibeh
Post a Comment