Cerpen " Secuil kisah untuk Desaku"

Posted by kampuengBlog


Tak terasa mentari pagi muncul memancarkan sinarnya kepada dunia, aku pun tersenyum memandangnya dari kejauhan, hari ini aku berada di tempat berbeda dari biasanya, ya hari ini aku kembali ke kampung halaman ku, tepatnya di Desa Tabalong Mati, kec. Amuntai Utara , kab. Hulu Sungai Utara, mungkin masih banyak orang yang belum kenal dengan Desa Tabalong Mati, tapi menurut aku Desa tersebut bukan desa yang terpencil, jarak desa tersebut  sekitar 7 Km dari kota Amuntai, mata pencaharian masyarakat di desa tersebut mayoritas usaha di bidang kerajinan tangan dan bertani, tapi masih banyak profesi  lain yang dimiliki oleh sebagian masyarakat tersebut. Kerajinan yang mereka hasilkan berbahan dasar rotan, dan bentuk yang dihasilkan pun beragam, masyarakat di sana menyebutnya lanjung dan inanan, nama yang cukup unik menurut aku.
Biasanya masyarakat di sana menjual  hasil kerajinan mereka ke pasar, baik itu kepasar selasa ataupun kepasar kemis, dan mereka biasanya berangkat dari rumah untuk menjual hasil kerajinan mereka sekitar jam 3.00 atau sekitar jam 04.00 subuh, walaupun cuaca terasa dingin, hal itu tidak melunturkan semangat mereka untuk pergi kepasar. Karena dengan menjual hasil kerajinan itu mereka akan mendapatkan penghasilan mereka selama 1 minggu, semakin banyak kerajinan yang dihasilkan maka semakin banyak rupiah yang mereka dapatkan.
Daerah tersebut juga menghasilkan kerajinan tangan yang bernama tikar dimana bahan bakunya juga dari rotan, dan harga dari tikar ini lumayan mahal mulai dari 100 ribu sampai 150 ribu per lembarnya, dan tikar ini peminatnya bukan hanya masyarakat local tapi peminatnya sudah sampai ke manca Negara. Ada beberapa kerajinan tangan yang biasanya dikirim ke Bali misalnya Tikar rotan, ladung, topi purun dan tas yang berbahan dasar purun. Semakin banyak jumlah kerajinan yang diminta memungkinkan harga  kerajinan juga akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Tapi semua itu berubah semenjak  terjadinya Bom Bali beberapa tahun silam, sehingga  harga kerajinan yang dulunya tinggi turun derastis, tapi masyarakat di sana tetap meggeloti profesi itu walaupun harga yang ditaksir untuk kerajinan itu cukup rendah.
Saat ini yang membuat msyarakat di sana menangis adalah mahalnya harga bahan baku, dan terkadang jumlah bahan bakunya terbatas, sering kali mereka berebut  agar  bahan baku (rotan) yang diinginkan itu  mereka dapatkan. Sedangkan harga penjualannya sangat murah, sehingga keuntungan yang diperoleh sangat sedikit, tapi apa boleh buat mereka tidak mungkin meninggalkan profesi itu, walaupun harga penjualan murah mereka tetap semangat untuk membuat lanjung, inanan, dan tikar. Masyarakat di sana berharap suatu hari bahan baku tersedia dengan banyak dan harga kerajinan yang mereka hasilkan tinggi. Saya yakin seandainya di Desa tersebut berdiri sebuah koperasi yang menyediakan bahan rotan untuk membuat kerajinan tangan, tentunya mereka tidak akan kesulitan mencari bahan dasar tersebut, apalagi seandainya harga kerajinannya bisa meningkat, maka akan berdampak positif terhadap perekonomian mereka.
Nah, itulah sedikit cerita tentang mata pencaharian sebagian masyarakat Tabalong Mati. Sekarang aku ingin bercerita tentang tradisi gotong royong dan permainan anak-anak di Desa tersebut . Alhamdulillah sampai saat ini tradisi gotong royong masyarakat di Desa Tabalong Mati masih sangat kental, misalnya saja ketika ada selamatan atau masyarakat di sana menyebutnya bearuhan, para tetangga itu dengan senang hati mendatangi rumah warga yang melaksanakan selamatan (bearuhan) untuk membantu membuat masakan yang akan dihidangkan nanti. Kebiasaan masyarakat disana acara selamatan (bearuhan) dilaksanakan pada  malam hari setelah habis isya. Keemudian setelah acara makan-makan selesai mereka tidak langsung pulang, tapi sebagian membantu untuk mencuci piring sampai selesai. Tradisi gotong royong itu sampai sekarang masih kental.
Untuk permainan  tradisional anak-anak,  sekarang ini tidak sebanyak ketika  aku masih kecil dulu, banyak permainan yang hilang karena arus globalisasi, sekarang ini permainan tradisional di Desa Tabalong Mati sudah mulai luntur bahkan bisa dikatakan hilang, kebanyakan dari anak-anak di sana lebih suka bermain dengan menggunakan media elektronik misalnya saja handphone. Anak yang baru kelas 1 SD saja sudah diberikan izin oleh orang tuanya untuk menggunakan hp, mungkin pada awalnya memang untuk permainan, tapi  lama- kelamaan hp tidak hanya digunakan untuk permainan semata, tapi yang menyakitkan sekarang ini adalah anak-anak yang baru berumur 7-10 tahun sudah mengerti yang namanya pornoaksi dan pornografi, dan hp yang tadinya digunakan untuk permainan malah digunakan untuk menonton hal –hal yang semestinya bukan menjadi tontonan anak-anak. Sehingga membuat anak dewasa sebelum waktunya.
Itulah fenomena yang terjadi  di Desa  Tabalong Mati saat ini, sangat memperihatinkan. Menyikapi hal ini kembali  kepada orang tua anak masing-masing, kalau memang mereka peduli terhadap anak mereka dan peduli terhadap masa depan anak-anak mereka, tentunya mereka akan menjaga anak mereka agar tidak tercebur ke dalam jurang yang malah akan menghancurkan mereka nantinya.


Bibeh  

Related Post



Post a Comment